Tentang Kota BondowosoSebuah kota kecil yang sarat akan sejarah ini mungkin hampir terlupakan di Jawa Timur. Kota itu adalah Bondowoso, di sebelah timur Pulau Jawa yang diapit oleh Kota Jember dan Situbondo. Bondowoso dikenal juga dengan wilayah tapal kuda, yang juga menjadi nama kawasan di Provinsi Jawa Timur,dinamakan Tapal Kuda karena bentuk kawasan tersebut di dalam peta mirip dengan bentuk tapal kuda.
Kawasan Tapal Kuda tersebut meliputi Lumajang, Probolinggo, Bondowoso, Jember, Situbondo, Pasuruan (bagian timur), dan Banyuwangi. Tak hanya dikenal dengan kawasan Tapal Kuda, Bondowoso juga dikenal dengan kisah 'Gerbong Maut' yang terjadi pada saat Belanda masih berada di Indonesia, sekitar tahun 1947 silam tepatnya 23 November. Kala itu, meski Indonesia sudah merdeka, Belanda tetap belum hengkang dari Nusantara. Sebelum kejadian, Belanda melakukan penangkapan besar-besaran terhadap Tentara Republik Indonesia (TRI), laskar, gerakan bawah tanah, dan orang-orang tanpa menghiraukan mereka berperan atau tidak dalam kegiatan perjuangan.
Hal itu mengakibatkan Penjara Bondowoso penuh dan tak mampu lagi menampung para tahanan. Belanda pun memindahkan sekitar 100 orang tahanan yang dianggapnya memiliki pelanggaran berat, dari penjara Bondowoso ke penjara Surabaya. Pemindahan tahanan dilakukan dengan menggunakan kereta api. Setiap 1 gerbong diisi sekitar 30 orang. Gerbong pertama GR5769 dan gerbong kedua GR4416 masih memiliki lubang ventilasi udara meskipun sangat kecil, namun gerbong ketiga GR10152 tidak sama sekali -- meski baru dibuat.
Belanda sangat menutup rapat gerbong-gerbong kereta. Hal itu dikarenakan sedang marak gerilyawan RI, apabila ada orang-orang yang ketahuan membawa para pejuang RI, pasti akan langsung dihabisi.
Selama perjalanan ke Bondowoso dari Surabaya yang memakan waktu belasan jam, ketiga gerbong kereta hanya dibuka sesekali. Itu pun hanya sebentar. Para tahanan juga tak diberi makanan dan minuman selama perjalanan. Oleh karenanya, para tahanan mati lemas satu per satu.
Sesampainya di Bondowoso, sebanyak 46 pejuang tewas karena mati lemas tak mendapatkan makanan dan minuman, kepanasan, serta udara yang cukup. Sedangkan sisanya selamat, meski dalam keadaan lemas dan lunglai. Para tahanan yang selamat pun disuruh paksa untuk mengangkut mereka yang tewas. Mereka harus berhati-hati karena bisa saja kulit tahanan yang tewas terkelupas, akibat kepanasan dan terpanggang dalam gerbong baja kereta api. Semenjak itu, Bondowoso dikenal dengan kisah Gerbong Maut. Untuk mengingatkan kekejaman Belanda pada Indonesia.
Kereta api Gerbong Maut pun disimpan di Museum Brawijaya yang berada di Jalan Ijen No.25, Malang, Jawa Timur. Sedangkan di pusat kota Bondowoso dibuat replika sebuah monumen, yang diberi nama Monumen Gerbong Maut.
Sejarah Bondowoso
Berawal dari seorang anak yang bernama Raden Bagus Assra, ia adalah anak Demang Walikromo pada masa pemerintahan Panembahan di bawah Adikoro IV, menantu Tjakraningkat Bangkalan, sedangkan Demang Walikoromo tak lain adalah putra Adikoro IV. Tahun 1743 terjadilah pemberontakan Ke Lesap terhadap Pangeran Tjakraningrat karena dia diakui sebagai anak selir.
Pertempuran yang terjadi di desa Bulangan itu menewaskan Adikoro IV, Tahun 1750 pemberontakan dapat dipadamkan dengan tewasnya Ke Lesap. Terjadi pemulihan kekuasaan dengan diangkatnya anak Adikoro IV, yaitu RTA Tjokroningrat. Tak berapa lama terjadi perebutan kekuasaan dan pemerintahan dialihkan pada Tjokroningrat I anak Adikoro III yang bergelar Tumenggung Sepuh dengan R. Bilat sebagi patihnya. Khawatir dengan keselamatan Raden Bagus Assra, Nyi Sedabulangan membawa lari cucunya mengikuti eksodus besar-besaran eks pengikut Adikoro IV ke Besuki. Assra kecil ditemukan oleh Ki Patih Alus, Patih Wiropuro untuk kemudian di tampung serta dididik ilmu bela diri dan ilmu agama..Usia 17 tahun beliau diangkat sebagai Mentri Anom dengan nama Abhiseka Mas Astruno dan tahun 1789 ditugaskan memperluas wilayah kekuasaan Besuki ke arah selatan, sebelumnya beliau telah menikah dengan putri Bupati Probolinggo.
Tahun 1794 dalam usaha memperluas wilayah beliau menemukan suatu wilayah yang sangat strategis untuk kemudian disebut Bondowoso dengan diangkatnya beliau sebagi Demang di daerah yang baru dengan nama Abhiseka Mas Ngabehi Astrotruno. Demikianlah dari hari ke hari Raden Bagus Assra berhasil mengembangkan Wilayah Kota Bondowoso dan tepat pada tanggal 17 Agustus 1819 atau hari selasa kliwon, 25 Syawal 1234 H. Adipati Besuki R. Aryo sebagai orang kuat yang memperoleh kepercayaan.
Gubernur Hindia Belanda, dalam rangka memantapkan strategi politiknya menjadikan wilayah Bondowoso lepas dari Besuki, dengan status Keranggan Bondowoso dan mengangkat R. Bagus Assra atau Mas Ngabehi Astrotruno menjadi penguasa wilayah dan pimpinan agama, dengan gelar M. NG. Kertonegoro dan berpredikat Ronggo I, ditandai penyerahan Tombak Tunggul Wulung.Masa Beliau memerintah adalah tahun 1819 – 1830 yang meliputi wilayah Bondowoso dan Jember.
Pada tahun 1854, tepatnya tanggal 11 Desember 1854 Kironggo wafat di Bondowoso dan dikebumikan di atas bukit kecil di Kelurahan Sekarputih Kecamatan Tegalampel, yang kemudian menjadi Pemakaman keluarga Ki Ronggo Bondowoso.
Sumber : bondowosokab.go.id
Sumber : news.liputan6.com
No comments:
Write komentar